Merindu kembali.
Hangat?
Tidak.
Malam yg semakin pekat jadi saksi
Betapa rasanya siksa.
Darah pun keluar.
Warnanya bening kali ini.
Menunggu kamu.
Sedikit heran.
Kapan mau menjemput?
Detik ini.
Purnama semakin meninggi.
Dan aku masih terjaga.
Mencoba melihatmu yang buram.
belum bisa tertidur.
Seperti yang sudah sudah.
Dreaming of
10.10.2017
7.26.2017
KAMU
Malam ini dingin.
Sedingin kita.
Sedingin cerita kita.
Beku.
Tapi bukan sembarang beku.
Ini beku yang abadi.
Beku di cerita kita.
Beku yang tiada akan ada hangatnya.
Kamu dengar?
Ini beku abadi.
Sinar matahari menerpa wajahku.
Indah.
Namun tak bisa kurasakan.
Aku merindu hangatnya.
Beku ini terlalu dalam.
Menyiksaku yang menggigil.
Kamu dengar?
ini adalah beku abadi.
Sedingin kita.
Sedingin cerita kita.
Beku.
Tapi bukan sembarang beku.
Ini beku yang abadi.
Beku di cerita kita.
Beku yang tiada akan ada hangatnya.
Kamu dengar?
Ini beku abadi.
Sinar matahari menerpa wajahku.
Indah.
Namun tak bisa kurasakan.
Aku merindu hangatnya.
Beku ini terlalu dalam.
Menyiksaku yang menggigil.
Kamu dengar?
ini adalah beku abadi.
1.27.2017
"Jam satu pagi tepat. Dan kamu tau? Otakku masih saja tak bisa diam. Lagi-lagi tentang kamu. Berulang kali sudah aku mencerca diri tentang kebodohan yang lalu. Berkali-kali sudah aku mencoba mengucapkan salam perpisahan. Tapi ragamu masih tetap saja bersemayam disini. tak mau mendengar apa saja yang sudah aku maki tentang diriku. Tak mau tau lagi untuk hanya menjawab salam pisah ini. Lalu, harus bagaimana lagi? Harus dengan cara apalagi?
Iya, memang iya aku menjerit ingin bersama. Iya, memang iya aku takut untuk sekedar berfikir bayangmu akan hilang.
Aku hanya ingin melihat penuhnya bulan bersamamu. Dengan deburan ombak ataupun dinginnya angin malam mahameru. Pokoknya denganmu. Terlalu berlebihan ya?" -Rise
Iya, memang iya aku menjerit ingin bersama. Iya, memang iya aku takut untuk sekedar berfikir bayangmu akan hilang.
Aku hanya ingin melihat penuhnya bulan bersamamu. Dengan deburan ombak ataupun dinginnya angin malam mahameru. Pokoknya denganmu. Terlalu berlebihan ya?" -Rise
12.18.2016
8.17.2016
"Jangan lagi. Jangan. Cukup sudah. Tak mengertikah kamu betapa aku selalu berjuang untuk pergi, tak mau tau lagi? Tak mengertikah kamu bagaimana aku berharap, tiap kali aku hampir saja berlayar mencari tujuan lain namun kamu cegah? Tak mengertikah kamu, betapa sakit yang ku rasa karna pada nyatanya, kamu mencegahku hanya untuk melampiaskan ego mu saja? Tak mengertikah kamu, betapa pilu hati ini karna harapan yang kudapat darimu hanyalah sia sia saja? Nyatanya, kamu mengusirku lagi. Lagi. Dan lagi. Karena cerita akhirnya, kamu tetap selalu menyuruhku untuk pergi lagi. Aku tak tau kenapa harus sebodoh ini, mau saja kembali lagi saat kamu cegah. Mau lagi berharap ketika hati sudah memantapkan untuk pergi. Ya, aku bodoh. Dan itu karenamu. Jadi, jangan lagi sayang. Jangan lagi kamu cegah kali ini. Kamu tau, harapan ini hanyalah angan, tak mungkin jadi nyata. Sudahlah. Aku tak menginginkan ini lagi.
Hanya biarkan aku pergi. Biarkan. Biarkan rindu ini membunuhku tiap waktunya, biar tetes mata ini jadi bumerang untukku tiap ku teringat kembali. Biarkan saja angan segunung ini membuatku tak waras. Setidaknya, ini jauh lebih baik daripada harus kembali dan menerima kenyataan berulangkali bahwa kamu tak pernah benar-benar menginginkan aku." -Rise
Hanya biarkan aku pergi. Biarkan. Biarkan rindu ini membunuhku tiap waktunya, biar tetes mata ini jadi bumerang untukku tiap ku teringat kembali. Biarkan saja angan segunung ini membuatku tak waras. Setidaknya, ini jauh lebih baik daripada harus kembali dan menerima kenyataan berulangkali bahwa kamu tak pernah benar-benar menginginkan aku." -Rise
Langganan:
Postingan (Atom)